Senin, 27 September 2010

HATI dan ILMU

Imam Syafii ketika msh menuntut ilmu, pernah mengeluh kpd gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yg sedang kukaji ini susah skali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Sahabat, jadi jgn heran kalau kita dapati ada orang yg rajin mendatangi majelis2 ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya belum berubah/buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tdk dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yg kental dlm gelas yg kotor. Kendati diterangi dgn cahaya skuat apapun, sinarnya tdk akan bisa menembus dan mnerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kpd dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tdk akan pernah mnerangi hati.

Nah kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yg bersih diisi dgn air yg bening. Setitik cahayapun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yg bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ktika menimbanya hati kita selalu dlm keadaan bersih. Hati yg bersih adlah hati yg terbebas dr ketamakan thdp urusan dunia dan tdk pernah digunakan utk menzhalimi sesama. Smakin hati bersih, akan semakin dipekakan oleh Allah utk bisa mendapatkan ilmu yg bermamfaat darimanapun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi ksanggupan utk menolak sgala ssuatu yg akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat2nya yg membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu2 dan pengetahuan kita yg lain (yg tlh ada dlm diri kita) menjadi bermamfaat. Bila mendapat air yg kita timba dri sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) utk menjernihkannya. Dmikianpun dlm mencari ilmu, kita harus mencari ilmu yg bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sdh bening, ilmu2 lain yg kita kaji mudah diserap sraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dlm mengkaji ilmu apapun kalau kita sbagai pnampungnya dlm keadaan keruh, maka ilmu yg didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat org lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Bgitu juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati buruk, jgn heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menCAP serta memVONIS org lain sesat atau BID'AH.

Mari sahabatku, datangilah majelis pengajian yg di dalamnya kita dibimbing utk riyadhah, berlatih mngenal dan berdekat2 dengan Allah Azza wa Jalla. Kita slalu dibimbing utk banyk berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, shgga sadar btapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.
Sebab kita lahir kedunia tdk membawa apa2, maka bila matipun pastilah tidak membawa apa2 malah membawa yg kotor2 dan pasti menjadi sumber bencana kelak. Mngapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sdangkan yg lain kecil. Mrasa diri lbh pintar. Itu smua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yg kita miliki? Bukankah ilmu yg kita miliki pd hakikatnya hanya titipan Allah, yg sama skali tdk sulit bagi-Nya utk diambil kembali dari kita?

1 komentar:

razbie mengatakan...

hiks,,, maunya sperti itu tp ga tau hrs gmn :(
paling cm baca buku aja :D

Posting Komentar